Wednesday 10 November 2021

Parade Puisi Kelas VIIIE SMPN 160 Sem. Ganjil 2021/2022

 

Hukum Memasang Kaligrafi Nabi Muhammad SAW, Boleh atau Tidak?


Sponsor

Hukum memasang kaligrafi Nabi Muhammad SAW kerap membingungungkan para muslim. Ada yang mengatakan bisa dilakukan asal disandingkan dengan lafadz Allah SWT, namun sebagian menyatakan sebaliknya.

Padahal, memasang kaligrafi Rasulullah SAW adalah kebaisaan umum muslim Indonesia. Kebiasaan serupa kadang diterapkan juga pada nabi lain dalam ajaran Islam.

Menanggapi kebingungan ini, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama menjelaskan hukum memasang kaligrafi Nabi Muhammad SAW yang biasa dilakukan muslim.

Bagaimana hukum memasang kaligrafi Nabi Muhammad SAW?
"Memajang kaligrafi nama Nabi Muhammad Saw di dalam rumah, baik disandingkan dengan kaligrafi lafadz Allah maupun tidak, hukumnya adalah boleh," tulis Bimas Islam Kemenag melalui Instagramnya @bimasislam.

Menurut Bimas Islam, umat Islam bisa memasang kaligrafi Nabi Muhammad SAW di dalam rumah atau tempat lain. Misal di dalam mobil, meja kerja di kantor, atau tempat lain.

Memasang kaligrafi Nabi Muhammad SAW adalah bagian dari upaya tabarruk, atau mengambil berkah dari nama Rasulullah SAW. Menurut para ulama, hukum mengambil berkah melalui kaligrafi atau dijadikan nama seseorang adalah boleh.

Upaya tabarruk dapat mendatangkan kebaikan bagi penghuni rumah atau penyandang nama Rasulullah SAW. Hukum dan hikmah tabarruk dijelaskan dalam Darul Ifta' Al-Mishriyah.

"Tidak ada larangan bertabarruk atau mengambil berkah dengan nama Nabi SAW. Al-Imam Malik berkata: Tidak ada satupun dari penghuni rumah yang di dalamnya ada nama Muhammad kecuali mereka diberi rizeki dengan rizeki kebaikan," tulis kitab tersebut.

Hal yang sama dijelaskan juga dalam kitab Mughnil Muhtaj, sesuai pernyataan Imam Malik. Menurut Imam Malik, hikmah tabarruk melalui pemberian nama didengar dari penduduk Madinah.

"Aku mendengar penduduk madinah mengatakan bahwa jika dalam satu rumah ada orang yang bernama Muhammad, maka mereka semua akan diberi rizki yang baik." tulis kitab tersebut.

Kitab lain yang ikut menerangkan hikmah tabarruk melalui pemberian nama adalah Al-Manar Al-Munif. Tulisan dalam kitab tersebut sesuai penjelasa Ibnu Al-Qayyim.

"Barangsiapa yang mempunyai anak kemudian diberi nama Muhammad dalam rangka mencari keberkahan, maka dia dan anaknya akan berada di surga," tulis kitab tersebut.

Dengan penjelasan ini, umat Islam ter perlu bingung lagi soal hukum memasang kaligrafi Nabi Muhammad SAW. Tiap muslim bisa melakukannya dengan maksud tabarruk berharap berkah dari nama beliau.

Sumber: "Hukum Memasang Kaligrafi Nabi Muhammad SAW, Boleh atau Tidak?" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5801895/hukum-memasang-kaligrafi-nabi-muhammad-saw-boleh-atau-tidak.


Asal Mula Bahasa Indonesia

Sponsor


Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi yang ditetapkan dalam konstitusi pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun, bahasa ini lahir sejak tahun 1928 dan kini telah berusia lebih dari 90 tahun.

Pasal 36 UUD 1945 menyebutkan bahwa bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Bahasa persatuan ini lahir pada tanggal 28 Oktober 1928 yang pada saat itu diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Sumpah setia dari para pemuda di berbagai wilayah Nusantara ini menghasilkan tiga kesepakatan.

Pertama, bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa nasional dalam forum Kongres Pemuda kedua.

Dilansir dari laman Direktorat SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), putusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia lahir dan berkembang dari bahasa Melayu yang digunakan sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca di hampir seluruh wilayah Asia Tenggara sejak zaman dahulu.

Sejarah mencatat bahasa Melayu mulai digunakan di kawasan Asia Tenggara sejak abad-7. Pendapat ini dibuktikan dengan enam prasasti yang ditemukan di wilayah Nusantara. Empat diantaranya ditulis dengan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuno yang ditemukan pada zaman Sriwijaya dan dua diantaranya ditemukan di wilayah Jawa menggunakan bahasa Melayu Kuno.

Berikut enam prasasti yang mengungkap asal muasal bahasa Indonesia dari bahasa Melayu:

1. Prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit Palembang yang berangka tahun 683 M

2. Prasasti Talang Tuwo di Palembang yang berangka 684 M

3. Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat yang berangka tahun 686 M

4. Prasasti Karang Brahi di wilayah Jambi yang berangka tahun 688 M

5. Prasasti yang ditemukan di Jawa Tengah (Gandasuli) dengan berangka tahun 832 M

6. Prasasti yang ditemukan di Bogor yang berangka tahun 942 M

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan yakni bahasa suku pelajaran agama Buddha. Selain itu, bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku dan bahasa perdagangan, termasuk dengan para pendatang dari luar Nusantara.

Perkembangan bahasa Melayu di Nusantara diperkuat dengan informasi dari seorang ahli sejarah China, I-Tsing. Dia menemukan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa perhubungan di Kepulauan Nusantara. I-Tsing menyebutnya sebagai Koen-luen.

"Di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K'ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw'enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun'lun (Parnikel, 1977:91), K'un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu," tulis Direktorat SMP seperti dikutip, Senin (8/11/2021).

Selain prasasti dan sumber berita dari China, perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu diperjelas dengan peninggalan kerajaan Islam. Di antaranya adalah batu nisan di Minye Tujoh, Aceh yang berangka tahun 1380 M dan hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.

Diketahui, persebaran bahasa Melayu di berbagai pelosok Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam di wilayah ini. Perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh corak budaya daerah.

Bahasa Melayu dinilai mudah diterima oleh masyarakat karena tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa ini menyerap kosakata dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Dalam perkembangannya, bahasa Melayu melahirkan ragam dialek.

Itulah sejarah bahasa Melayu sebagai induk dari bahasa Indonesia. Hingga kini, bahasa Indonesia digunakan oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan.


Sumber: "Dari Mana Asal Bahasa Indonesia? 6 Prasasti Ini Ungkap Sejarahnya" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5802521/dari-mana-asal-bahasa-indonesia-6-prasasti-ini-ungkap-sejarahnya.


Faktor Penyebab Sulitnya Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar

 Sponsor

1. Masyarakat Kurang Paham antara Bahasa Baku dan Tidak Baku

Masyarakat Indonesia masih suka mencampuradukkan antara bahasa baku dan tidak baku. Masyarakat Indonesia sendiri lebih sering menggunakan bahasa tidak baku, sehingga timbul anggapan bahwa berbahasa hanya berkaitan dengan penyampaian maksud, tanpa memperhatikan kaidah kebahasaan.

Kesalahan yang sering muncul terjadi adalah kurangnya masyarakat Indonesia yang menggunakan ragam baku.

2. Meremehkan Definisi
Maksud dari meremehkan definisi adalah masyarakat Indonesia merasa paham dengan arti sebuah kata. Namun pemahaman yang mereka ketahui berbeda dengan makna sesungguhnya.

Contohnya yaitu kata dirgahayu, kata dirgahayu sering diartikan sebagai selamat ulang tahun. Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dirgahayu artinya berumur panjang.

Semestinya dirgahayu tidak disambungkan dengan angka atau umur lembaga atau orang yang berulang tahun.

3. Minimnya Penguasaan Struktur Kalimat
Masyarakat Indonesia masih memahami penggunaan struktur kalimat pada kalimat sederhana. Namun permasalahannya adalah ketika melihat struktur kalimat pada kalimat majemuk. Kesulitan tersebut muncul akibat minimnya pengetahuan dan tidak terbiasa menulis dengan struktur kalimat yang benar.

4. Perubahan Struktur Ejaan dalam Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sejak era sumpah pemuda hingga kini telah terjadi lima kali perubahan ejaan bahasa Indonesia.

Ejaan-ejaan yang pernah berlaku di Indonesia sendiri yaitu Ejaan Van Ophuysen, Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi, Ejaan Malindo, Ejaan Yang Disempurnakan, dan Ejaan Bahasa Indonesia. Masing-masing ejaan memiliki ciri khas tersendiri pada masanya.

Perubahan ejaan tersebut tidak diikuti dengan sosialisasi yang memadai, sehingga masyarakat Indonesia umumnya tidak mengetahui dan tidak menerapkan kaidah tersebut.

5. Kurangnya Minat Generasi Muda dalam Mempelajari Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia sering dianggap sebagai bahasa yang ketinggalan zaman. Hal tersebut dikarenakan pedagogi bahasa Indonesia yang terkesan monoton dan sulit dipahami.

Seharusnya guru-guru bahasa Indonesia menggunakan pola-pola pengajaran yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menciptakan rasa cinta terhadap negara. Generasi muda sebagai penerus bangsa hendaknya selalu mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu detikers juga dapat memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mempelajari bahasa Indonesia seperti mengunduh aplikasi KBBI dan lain sebagainya.

Sumber: "Benarkah Bahasa Indonesia adalah Bahasa yang Sulit? Ini 5 Alasannya" selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5791871/benarkah-bahasa-indonesia-adalah-bahasa-yang-sulit-ini-5-alasannya.


Kisi-kisi PAS Ganjil Bahasa Indonesia Kelas VIII

 Kisi-kisi PAS Ganji Bahasa Indonesia Kelas VIII